Ki Barep Angkat Kembali Pamor Wayang Tegalan
1828 kaliGUNA mengangkat kembali pamor wayang Tegalan, tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Kerja keras dan saling dukung antarberbagai komponen, jadi salah satu faktor yang harus dijalankan.
Hal ini diungkapkan Ki Barep, dalang yang makin gencar mempopulerkan kembali wayang Tegalan, di tengah serbuan budaya impor yang kian digandrungi masyarakat.
Menurutnya, akulturasi budaya sesuatu yang tidak dapat dihindari. Kemampuan berinovasi serta serbuan budaya asing, seakan cepat membius masyarakat, khususnya generasi muda. Untuk menjaga agar tidak punah, peran serta pelaku seni. Baik dalang atau seniman lain harus intens. Sehingga mampu membuat gebrakan. Misalnya membuat wayang berbahan limbah, yang bisa dipentaskan.
Di sisi lain, peran serta kalangan birokrasi, harus nyata seperti menampilkan wayang Tegalan, dalam kegiatan seremonial dan sejenisnya. Dengan begitu gemanya makin terasa. Tak kalah penting, peran serta masyarakat perlu sadar bila wayang merupakan budaya warisan leluhur, dan keberadaannya patut dilestarikan untuk anak cucu.
Meski jalan yang dilalui sangat panjang, dengan dukungan semua pihak, Ki Barep optimis mampu mengangkat wayang Tegalan, jadi budaya arif dan kaya pesan moral. Dengan sedikit sentuhan serta kreativitas, wayang dapat jadi pertunjukan mengasikkan untuk ditonton. Inilah yang terus dikembangkan, supaya setiap pementasan menyedot minat pengunjung kalangan tua maupun muda. "Butuh kerja keras dan kerja sama semua komponen, dengan niat tulus melestarikan budaya," imbuhnya.
Sementara Budi Rahardjo (61), warga Jalan Kapten Ismail Kota Tegal, yang sempat mengalami jaman keemasan dari wayang, mengaku prihatin dengan kondisi saat ini. Menurutnya, saat masih kecil dan remaja, tontonan yang ada banyak berasal dari budaya. Contohnya wayang, kuda lumping, tari-tarian dan sebagainya.
Sekarang semuanya terbalik. Budaya yang jadi milik bangsa sendiri, justru terpojok masuknya budaya impor. Dia setuju dengan niatan para seniman, yang berkarya membangkitkan semangat mencintai budaya sendiri, yang sudah jelas memiliki karakter dan nilai sesuai norma.
"Kemajuan jaman dan teknologi, bukan berarti harus mengubah segalanya. Jangan lupakan apa yang menjadi milik kita. Tentu patut diwariskan kembali pada anak cucu," pungkasnya. (rochman gunawan)
Sumber: Radar Tegal 22 Februari 2014
comments powered by Disqus